Tulisan ini membahas tentang strategi perampasan warisan naratif dalam sejarah literasi dan naratif di Pulau Kisar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki karakteristik melek huruf, penyampaian cerita dalam konteks kompetitif masih mengikuti strategi yang khas untuk pertunjukan lisan. Tulisan ini mempertanyakan sejauh mana historiografi literasi dan naratif dapat dan harus dipisahkan satu sama lain di Maluku Barat Daya.

This paper discusses strategies of appropriation of narrative heritage in literate and narrative histories on the island of Kisar. It shows that notwithstanding their sometimes literate characteristics, storytelling in competitive contexts still follows strategies that are typical for oral performances. This paper questions in how far literate and narrative historiographies can and ought to be separated from each other in Southwest Maluku.