No image available for this title

Text

Moens' written transmission of dalang lore = Transmisi tertulis pengetahuan dalang oleh Moens



Sebagian besar penceritaan di Jawa merupakan profesi dalang (dalang; juga dieja dhalang) yang menampilkan dan mengarahkan lakon teater bayangan (wayang). Mereka mengimprovisasi cerita mereka dalam konteks yang dibutuhkan oleh penampilan mereka. Kecuali jika ditugaskan oleh pelindungnya, sangat tidak biasa bagi seorang dalang untuk duduk dan benar-benar menulis sebuah cerita (lakon). Pada dekade awal abad ke-20 di daerah Yogyakarta, sejenis industri kecil bercerita muncul atas dorongan beberapa cendekiawan barat dan orang awam yang tertarik pada budaya populer Jawa. Salah satu patronnya adalah Ir. JL Moens. Beliau mendorong para dalang untuk menulis cerita rakyat dan, karena mereka adalah dalang, mereka memakaikan idiom wayang. Setelah kematian Moens pada tahun 1954, kumpulan cerita wayangnya yang tidak diterbitkan disebarkan. Pada tahun 1964, salah satu bagiannya disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Topik yang dibahas adalah: bagaimana Collectie Moens berasal dan apa tujuannya; siapa penulisnya; tradisi mana yang mereka akui; dan hubungan antara Collectie Moens dengan koleksi keraton Surakarta dan Yogyakarta.
KATA KUNCI
Koleksi Moens; dongeng Jawa; petak wayang purwa; sekolah dalang; tradisi populer tertulis.

Much of the storytelling in Java is the profession of the puppeteers (dalang; also spelled dhalang) who perform and direct shadow theatre plays (wayang). They improvise their stories in the context which their performance requires. Unless commissioned to do so by a patron, it is very unusual for a dalang to sit down and actually write out a story (lakon). In the early decades of the twentieth century in the area of Yogyakarta, a kind of storytelling mini-industry arose at the instigation of some western scholarly patrons and laymen interested in Javanese popular culture. One such patron was Ir. J.L. Moens. He encouraged dalangs to write down folk tales and, as they were dalangs, they clothed these in the wayang idiom. After Moens' death in 1954, his unpublished collection of wayang stories was dispersed. In 1964 one part found its way into the Leiden University Library. The topics discussed are: how the Collectie Moens originated and what its purpose was; who its authors were; which tradition they acknowledged; and the relationship between the Collectie Moens and the court collections of Surakarta and Yogyakarta.
KEYWORDS
Collectie Moens; Javanese storytelling; wayang purwa plots; dalang schools; written popular traditions.


Ketersediaan

Tidak ada salinan data


Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
RAK Bahasa WACANA VOL17(1-3)2016
Penerbit Fakultas Imu Pengetahuan Budaya UI : Depok.,
Deskripsi Fisik
Hal. 521-555, Vol.17 No.3
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
14112272
Klasifikasi
NONE
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
WACANA Vol.17 (3) 2016
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this