Text
Penerapan strategi scaffolding untuk meningkatkan keterampilan metakognisi bagi siswa low achievement dalam penyelesaian masalah matematik
ABSTRAK
Judul : Penerapa Strategi Scaffolding untuk Meningkatkan Keterampilan
Metakognitif Bagi Siswa Low-achievement dalam Penyelesaian
Matematik
Tuntutan pembelajaran matematika dewasa ini adalah pembelajaran seharusnya
dilakukan dengan pola konstruksi dan rekonstruksi agar siswa dapat berfikir kritis
dalam mencari strategi pemecahan masalah. Keberhasilan seorang siswa
menyelesaikan pemecahan masalah matematik berkaitan erat dengan
kemampuannya dalam memantau proses berfikirnya sendiri yang terkait juga
dengan keterampilan metakognitifnya. Namun tidak setiap individu siswa memiliki
keterampilan tersebut. Terdapat tiga aspek metakognitif yang relevan dalam
pembelajaran matematika, yaitu: (1) belief and intuition, (2) prior knowledge, dan
(3) self-regulation. Salah satu strategi pembelajaran untuk dapat meningkatkan
ketrampilan metakognitif adalah scaffolding. Scaffolding dapat mendorong siswa
berada pada zona perkembangan kognitif (Zone Proximal Development).
Berdasarkan fenomena itu, maka dilakukan penelitian tindakan tentang
penerapan strategi scaffolding untuk meningkatkan keterampilan metakognitif
siswa low achievement. Subjek penelitian sebanyak 3 siswa kelas XI IPA yang
berada pada kriteria low achievement. Peningkatan keterampilan metakognitif
siswa yang diamati antara lain: (1) jenis-jenis pertanyaan siswa, (2) respon siswa
pada saat memberikan argumen, (3) komunikasi siswa pada saat berdiskusi
dengan teman sebaya, dan (4) strategi yang digunakan atau dipilih siswa untuk
menyelesaikan masalah matematik.
Berdasarkan uji analisis data dengan menggunakan triangulasi data yang
diperoleh, (1) diperlukan strategi scaffolding khusus untuk siswa low achievement
pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu dengan menggunakan pola
high-high-middle-low-middle atau high-middle-high-middle-low terbukti lebih
efektif untuk membangun prior knowledge siswa low achievement dibandingkan
dengan menggunakan pola high-low-middle-middle-high maupun low-high-highmiddle-
middle; (2) scaffolding harus segera dihentikan pada saat siswa low
achievement dipandang jenuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
kepada alasan (mengapa, jadi, kemudian); (3) scaffolding dengan cara
menanyakan ulang respon siswa dapat membuat siswa berfikir tentang apa yang
dipikirkannya, dalam hal ini maka siswa tersebut telah mengelola proses
berfikirnya dan; (4) mendiskusikan alasan dari setiap langkah pembuktian aturan
matematik, melalui diskusi teman sebaya siswa low achievement memiliki belief
and intuition untuk mengkomunikasikan (mengemukakan) argumen tentang
langkah-langkah pembuktian matematik.
Kata-kata kunci: Scaffolding, keteramplan metakognitif, Low Achievement
Bibliografi : lembar 227-231
TM00001418 | TM 1418 | UPT Perpustakaan UNJ | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain