Text
Praktik sinkretis ritual penghormatan terhadap nenek moyang (Batu Na Pir) : studi kasus keluarga Jemaat HKBP Petukangan Jakarta Selatan
This study aims to describe how the ritual of respect for the ancestors (batu na pir) which is a cultural heritage of the "darkness" of the Batak tribe experienced a reconstruction of meaning due to the rationality process especially by the HKBP congregation of Petukangan, South Jakarta, so that syncretic formed in that culture. This research is important to describe how one of the highest cultural rituals of the opposing Batak tribe can be mixed with religion (especially Protestant Christian) so as not to eliminate the spirit value of the Batak tribe. This research uses qualitative approach with descriptive method based on case study with research informant consisting of three family of HKBP congregation Petukangan, South Jakarta. Six informants from the HKBP Petukangan church consisted of three heads of families from HKBP Petukangan church as a key informant, three supporting informants including customary leaders from indigenous associations, traditional leaders who served as ministers in the church, and priest HKBP Petukangan. Data collection techniques are done by way of Document Study, observation, and in-depth interviews (indepth interview). The results of this study concluded that the ritual reconstruction of ritual culture of pear nan stone occurred because of the syncretic of the religion and culture of the Batak tribe. Syncretis resulted from the process of rationalization of religion so that the ritual stone pear na not lost. The process of rationalization can occur because the ritual of pear stone tend to contradict the value of Protestant Christian religion, pear stone rituals that use traditional values of Batak in the implementation changed by HKBP church became based on the value of Christianity. The ritual of pear stones that previously believed the blessings given by the ancestors shifted due to the inclusion of Christian values. The rationality of values, instrumental, and traditional rituals of pine nan undergoes a reconstruction of meaning such as the existence of prestis (no longer due to the strength of the ancestors) if it has run the ritual, removing a sacred sacred ritual from the pear stone (contrary to religion) responding to the coming blessings after running the pear na ritual. HKBP Church also provides education to Batak adolescents about the importance of Batak culture and tradition with learning sidi. This learning contains religious and cultural values for Batak adolescents to be social, cultural, and religious. Keywords: Ritual of pear stone, Syncretism, Rationality.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana ritual penghormatan terhadap nenek moyang (batu na pir) yang merupakan budaya peninggalan masa “kelam” suku Batak mengalami rekonstruksi makna karena adanya proses rasionalitas khususnya oleh jemaat HKBP Petukangan, Jakarta Selatan, sehingga terbentuk sinkretis pada budaya tersebut. Penelitian ini penting dilakukan untuk menjabarkan bagaimana salah satu ritual budaya tertinggi dari suku Batak yang bertentangan dapat bercampur dengan agama (khususnya Kristen Protestan) sehingga tidak mengilangkan nilai semangat dari suku Batak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif berbasis studi kasus dengan informan penelitian yang terdiri dari tiga keluarga jemaat HKBP Petukangan, Jakarta Selatan. Enam orang Informan yang berasal dari gereja HKBP Petukangan terdiri dari tiga kepala keluarga dari gereja HKBP Petukangan sebagai informan kunci, tiga informan pendukung yang meliputi tokoh adat dari perkumpulan adat, tokoh adat yang menjadi pelayan di gereja, dan pendeta HKBP Petukangan. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara Studi Dokumen, observasi, dan wawancara mendalam (indepth interview). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ritual rekonstruksi ritual budaya batu na pir terjadi karena adanya sinkretis dari agama dan budaya suku Batak. Sinkretis dihasilkan karena adanya proses rasionalisasi dari agama agar ritual batu na pir tidak hilang. Proses rasionalisasi dapat terjadi karena ritual batu na pir cenderung bertentangan dengan nilai agama Kristen Protestan, ritual batu na pir yang menggunakan nilai adat Batak dalam pelaksanaannya diubah oleh gereja HKBP menjadi berlandaskan nilai agama Kristen. Ritual batu na pir yang sebelumnya mempercayai adanya berkat yang diberikan oleh nenek moyang bergeser karena masuknya nilai agama Kristen. Rasionalitas nilai, instrumental, dan tradisional membuat ritual batu na pir mengalami rekonstruksi makna seperti adanya prestis (tidak lagi dikarenakan kekuatan nenek moyang) jika sudah menjalankan ritual, menghilangkan suatu yang diangap sakral dari ritual batu na pir (bertentangan dengan agama), dan dalam hal menyikapi datangnya berkat setelah menjalankan ritual batu na pir. Gereja HKBP juga memberikan pendidikan pada remaja Batak tentang pentingnya budaya dan tradisi Batak dengan pembelajaran sidi. Pembelajaran ini berisikan nilai agama dan budaya agar remaja Batak menjadi mahluk sosial, budaya, dan religi. Kata Kunci : Ritual batu na pir, Sinkretis, Rasionalitas.
SS00016216 | SK 16216 | UPT Perpustakaan UNJ (CD.04.2018.005) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain