Text
Reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang Republik Indonesia (1947-1950) membangun organisasi militer yang efektif dan efisien
Penelitian ini mengkaji tentang kebijakan Reorganisasi dan Rasionalisasi Angkatan Perang Republik Indonesia 1947-1950. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana proses kebijakan Reorganisasi dan Rasionalisasi dalam tubuh Angkatan Perang Republik Indonesia guna menghasilkan suatu organisasi militer yang efektif dan efisien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan pendekatan deskriptif-naratif. Sumber data diperoleh dari dokumen-dokumen yang didapatkan di Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Perpustakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan efektifitas dan efisiensi pada Angkatan Perang Republik Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari sigap dan cepatnya TNI meredam pergolakan yang terjadi di Madiun pada September 1948. Terlihat pula pada saat Belanda melancarkan Agresi ke II, tentara Indonesia mampu bertahan dengan cara gerilya. Terpusatnya sistem komando yang teroganisir dengan baik membuat tentara Indonesia mampu bertahan dari gempuran tentara Belanda yang mempunyai persenjataan lebih modern dan memadai, bahkan tentara Indonesia mampu melancarkan serangan balik dengan berhasil merebut Yogyakarta pada 1 Maret 1949. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, jumlah angkatan bersenjata khususnya di pulau Jawa terlampau banyak. Selain tentara reguler, terdapat pula laskar-laskar perjuangan yang mempunyai orientasi dan berafiliasi pada partai politik tertentu. Laskar-laskar ini ada yang berorientasi pada ideologi tertentu seperti Sosialisme dan Nasionalisme bahkan ada yang berbasis pada agama Islam. Di sisi lain pihak pemerintah di bawah pimpinan Amir Sjarifuddin yang menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan juga membuat sebuah staf Pendidikan Politik Tentara (Pepolit) dan Biro Perjuangan, Hal ini membuat adanya dualisme di bidang pertahanan Indonesia yang memyebabkan tidak adanya satu komando untuk megkoordinir semua potensi yang ada. Jalan keluar yang diambil pemerintah selanjutnya di bawah pimpinan Mohammad Hatta pada awal tahun 1948 adalah melaksanakan kebijakan Reorganisasi dan Rasionalisasi Angkatan Perang Republik Indonesia. Usul ini sebenarnya sudah ada pada masa Amir Sjarifuddin menjabat sebagai Perdana Menteri, yang dilontarkan oleh Zainul bahruddin di dalam BP-KNIP pada Desember 1947. Usul ini kemudian dilanjutkan oleh Hatta sebagai salah satu dari empat program kerja kabinetnya. Kebijakan Reorganisasi dan Rasionalisasi ini bertujuan untuk membenahi struktur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan memaksimalkan segala potensi angkatan bersenjata yang ada serta untuk membuat porsi yang pas dari struktur yang sudah dibenahi tadi dengan mempertimbangkan juga ketersediaan senjata yang ada. Kata Kunci: Reorganisasi, Rasionalisasi, Efektifitas, Efisiensi, Angkatan Perang Republik Indonesia.
This study examines the policies of the Reorganization and Rationalization of the Armed forces of the Republic of Indonesia 1947-1950. This research is intended to explain how the process. To realize an effective and efficient military organization. The method used in this research is historical method with descriptive-narrative approach. Sources of data result from documents in the Library of State University of Jakarta (UNJ), University of Indonesia Library (UI), Library of Gadjah Mada University (UGM), National Library of Indonesia, National Library of Indonesia National Army.
The results showed an increase in effectiveness and efficiency in the Indonesian Armed Forces. This can be seen from the alacrity and speed of the TNI to reduce the turbulence that occurred in Madiun in September 1948. Also seen at the time of the Netherlands launched Second Aggression, the Indonesian army can survive by way of guerrilla. Centralized command system better organized Indonesian troops are able to survive the Dutch army that has more modern weapons and adequate, even the Indonesian army was able to launch a counterattack successfully seized Yogyakarta on March 1, 1949. Post-proclamation of Indonesia's independence on August 17, 1945, the number of armed forces, especially on the island of Java too much. In addition to ordinary soldiers, there are also combat troops who have orientation and affiliation with a particular political party. These armed bands are oriented to certain ideologies such as Socialism and Nationalis some even based on Islam. On the other hand, the government under the leadership of Amir Sjarifuddin who is currently serving the Prime Minister and Minister of Defense also created a team of Political Education Army (Pepolit) and the Bureau of Struggle, This dualism made in the field of defense Indonesia that led to no command to lead all potential which exists The next government-led solution under Mohammad Hatta in early 1948 was to implement the Reorganization and Rationalization of the Armed Forces of the Republic of Indonesia. This proposal actually existed at the time of Amir Sjarifuddin as Prime Minister, which was leveled by Zainul bahruddin in BPKNIP in December 1947. This proposal was then forwarded by Hatta as one of the four programs of his cabinet. The Reorganization and Rationalization Policy aims to improve the structure. The Indonesian National Army (TNI) and to maximize all the potential of the armed forces available and for what is being built from the structures that have been fixed beforehand with the sound of weapons also there. Keywords: Reorganization, Rationalization, Effectiveness, Efficiency, Armed Forces of the Republic of Indonesia.
SS00016792 | SK 16792 | UPT Perpustakaan UNJ (CD.04.2018.007) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain