Text
Aktualisasi diri tokoh utama dalam roman "Siddhartha" karya Hermann Hesse : kajian psikologi sastra
RINGKASAN
A. PENDAHULUAN
Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling unik karena tidak ada manusia di
dunia ini yang sama persis seratus persen, khususnya pada aspek kepribadian, bakat
dan kompetensi. Perbedaan-perbedaan yang ada pada manusia ini akan terus
berkembang menjadi identitas bagi dirinya dalam lingkungan hidupnya dan dalam
masyarakat. Hingga dalam praktiknya sukses orang pun tidak bisa dipastikan sama
disebabkan keunikannya tersebut.
Manusia merupakan mahluk sosial yang memerlukan pemenuhan kebutuhan
pribadi. Kebutuhan-kebutuhan yang membawanya menjadi manusia yang
beraktualisasi diri (Maslow dalam Alwisol, 2005) Ketika manusia ingin
mengaktualisasikan dirinya, kebutuhan- kebutuhan yang lebih rendah harus
terpenuhi dahulu atau paling t idak tetap diperhatikan. Jadi, kalau ia lapar, ia harus
berusaha mencari makan; Kalau ia merasa tidak aman, ia harus mencari perlindungan;
kalau ia merasa terkucil dan kesepian, ia harus mencari teman. Setiap orang memiliki
kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Untuk mencapai aktualisasi diri
menurut Maslow (Maslow dalam Schultz, 1991) setiap manusia harus melewati
beberapa fase.
Namun demikian, bukan berarti manusia yang dikatakan mampu
mengaktualisasikan dirinya, ia adalah manusia sempurna. Dalam kehidupan nyata,
meskipun manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang secara sehat,
namun tidak semua manusia dapat mengalami aktualisasi diri. Hal ini disebabkan
beberapa hal, seperti adanya ketakutan ketika dihadapkan pada kenyataan hidup
yang ada, takut terhadap persaingan, dan mereka khawatir kalau persaingan itu
dapat merugikan diri mereka sendiri. Adapula yang takut melangkah untuk
mengaktualisasikan segala yang ada pada diri mereka, karena adanya pengalaman
masa lampau yang mengecewakan atau bahkan menakutkan. Beberapa hal di atas
oleh (Carl Rogers dalam Hjelle, A Larry ; Ziegler, 1981) dikatakan sebagai faktor
yang menghambat proses aktualisasi diri. Otomatis jika hal itu terjadi maka
perkembangan kehidupan seseorangpun akan terhambat dan tidak dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pada akhirnya pencapaian
kehidupan dengan tingkat kematangan, kemandirian atau tanggung jawab pribadi
yang lebih besar. tidak akan tercapai.
Pendapat berbeda muncul dari Carl Rogers (Beitela, Mark, 2015) bahwa
aktualisasi diri bukan merupakan tujuan akhir atau tingkat tertinggi dari suatu herarki
kebutuhan melainkan suatu proses yang terus menerus dan terkadang ditunjukkan
dengan perilaku yang tidak selalu bersifat positif. Oleh karena itu aktualisasi diri
digambarkan sebagai kecenderungan yang dimiliki oleh setiap individu untuk maju
menuju tingkat kematangan, kemandirian atau tanggung jawab pribadi yang lebih
besar. Proses aktualisasi diri ini bergantung pada pengalaman pribadi individu/self dan
pada emosi, perasaan dan sikap terhadap pengalaman yang dialaminya (Rogers dalam
Poduska & R.S, 2008). Artinya manusia perlu memiliki pengalamannya sendiri dalam
kehidupannya, karena hanya dengan mengalami seseorang dapat mengetahui dirinya.
Pengalaman itulah yang dimaksud Rogers sebagai hal utama untuk beraktualisasi
diri. Melalui proses pengalaman yang dilalui, manusia dapat dibentuk untuk menjadi
dirinya sendiri. Selanjutnya mereka dapat terus berkembang secara optimal untuk
menghadapi kehidupan dan mampu keluar dari berbagai kesulitan. Munculnya
permasalahan dan kesulitan pada manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk
mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra.
Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan masyarakat.
Melalui karya sastra, pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan
masyarakat yang mereka rasakan atau mereka alami. Dengan hadirnya karya sastra
yang membicarakan persoalan manusia, antara karya sastra dengan manusia
memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya
merupakan pencerminan kehidupan manusia.
Di zaman modern ini karya sastra baik dalam bentuk roman, novel, drama, dan
puisi sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi kejiwaan pengarang,
para tokoh fiksional dan pembacanya. (Wellek and Warren :1995). Roman sebagai
salah satu jenis karya sastra di dalamnya banyak menceritakan nilai kultural, nilai
sosial, nilai pendidikan dan psikologi. Melalui roman seperti juga novel dan karya
sastra lainnya, dapat tergambar nilai-nilai dan pengalaman kehidupan yang dapat
menginspirasi dan memotivasi pembaca.
Sebagai cerminan kehidupan masyarakat, karya sastra itu bersifat dinamis
berjalan sesuai dengan perkembangan jiwa manusia di dalam kehidupan bermasyarakat,
karena karya sastra itu hasil ciptaan seseorang yang merupakan bagian dari masyarakat.
v
Selain aspek kejiwaan yang sarat dalam roman ―Siddharta‖, cerita dalam roman ini
menggambarkan pula aspek kehidupan pengarangnya yaitu Hermann Hesse. Hal inilah
yang menjadi salah satu daya tarik mengapa dipilih roman Siddhartha sebagai objek
penelitian.
Di dalam kehidupannya di masyarakat seorang individu menjalani berbagai
macam kejadian yang ia alami, baik secara budaya maupun psikologi. Kejadiankejadian
yang di alami, yang ada kaitannya dengan dunia nyata merupakan salah satu
faktor yang dipakai pengarang sebagai bahan dasar ide dalam penulisan karya sastra.
Ketika orang mulai menghubungkan karya sastra dengan perkembangan kehidupan
masyarakat secara psikologis maka orang akan memahami karya sastra dari sudut
pandang psikologi sastra.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seperti halnya juga ilmu psikologi,
kajian psikologi sastra dapat memberi gambaran tentang adanya interaksi kehidupan
tokoh manusia dengan sesamanya, alam dan lingkungannya (Attas,2018). Dalam
penelitian ini roman sebagai salah satu bentuk karya sastra dijadikan objek kajian,
dengan menyoroti sisi psikologis tokoh utama.
Siddhartha (Fritz, Böttger. 1990) adalah salah satu roman karya Hermann Hesse,
seorang pengarang kelahiran Jerman (1877) Ia berhasil memperoleh Nobel di bidang
karya sastra pada tahun 1946. Selain itu cerita Siddhartha ini telah diproduksi pula
sebagai film layar lebar yang sempat populer di India pada tahun 1972.(Tempo, 2006)
Cerita Siddhartha karya Hermann Hesse telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
termasuk bahasa Indonesia. Namun demikian untuk kepentingan keaslian cerita dan
kedalaman makna yang terkandung dalam roman tersebut, maka roman yang digunakan
sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah roman Siddhartha berbahasa Jerman.
Tokoh Siddhartha dalam roman ini banyak menjalani kehidupan dengan
pengalaman yang berbeda-beda. Hal ini dilakukannya karena ia selalu merasa tidak
puas dengan kehidupan yang telah ia jalani, termasuk kehidupan bersama ayah dan
ibunya serta sang Buddha Gotama. Iapun berguru pada beberapa orang dan kelompok
yang menurut Siddhartha dapat membuat kehidupannya lebih nyaman. Hal ini seperti
dikatakan teori Rogers bahwa hanya dengan mengalami seseorang dapat mengetahui
dirinya. Pengalaman itulah yang merupakan hal utama untuk beraktualisasi diri. Atas
dasar penjelasan-penjelasan diatas maka roman Siddhartha layak untuk dikaji dengan
pendekatan psikologi sastra.
vi
Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih mendalam tentang proses
aktualisasi diri tokoh utama dalam roman Siddhartha karya Hermann Hesse. Melalui
beberapa pertanyaan penelitian ingin diketahui bagaimanakah struktur roman
Siddhartha karya Hermann Hesse, lalu apa sajakah karakteristik aktualisasi diri tokoh
utama dalam roman Siddhartha karya Hermann Hesse, proses aktualisasi diri tokoh
utama dalam roman Siddhartha karya Hermann Hesse dan faktor-faktor apa sajakah
yang memengaruhi proses aktualisasi diri tokoh utama dalam roman Siddhartha karya
Hermann Hesse.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan proses aktualisasi diri tokoh utama
dalam novel Siddhartha karya Herman Hesse. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan metode analisis isi.Teknik analisis isi kualitatif ini digunakan
dengan tujuan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisis
12 cerita yang terdapat dalam roman berjudul “Siddhartha”.
Prosedur analisis yang digunakan adalah model analisis deduktif Philip
Mayring yang digabungkan dengan analisis psikologi sastra. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah 1) Mengidentifikasi data penelitian berupa kalimat yang mengandung
fenomena psikologis aktualisasi diri (sesuai karakteristik aktualisasi diri Carl Rogers)
yang melekat pada perilaku tokoh utama dalam roman/novel Siddhartha, 2)
Menentukan teori yang sesuai terkait fokus dan sub fokus. 3) Menyusun data dalam
tabel kriteria analisis(struktur roman, karakteristik aktualisasi diri, agama dan
lingkungan sosial). 4) Menganalisis struktur cerita roman Siddhartha yang mencakup
alur, tokoh/penokohan dan latar untuk memperoleh proses yang dilalui tokoh, yang
berkaitan dengan aktualisasi diri.5) Menganalisis karakteristik aktualisasi diri sesuai
teori Carl Rogers.6) Menganalisis faktor agama yang mempengaruhi proses aktualisasi
diri.7) Menganalisis faktor sosial yang mempengaruhi proses aktualisasi diri. 8)
Menganalisis unsur alam yang mempengaruhi proses aktualisasi diri. 9)
Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis untuk mengungkapkan dan
menemukan hal yang baru yang berkaitan dengan proses aktualissi diri. 10) Membuat
kesimpulan
Dalam penelitian ini keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi.
Triangulasi digunakan sebagai suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding data. Cara yang
vii
digunakan seperti yang dikemukakan oleh Lincoln and Guba,(1985) yaitu 1)
mengadakan pengamatan secara tekun (persisten observation), 2). melakukan
triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan memeriksa ketepatan antara sifat khas
aktualisasi diri tokoh dengan teori aktualisasi diri sesuai Carl Rogers. 3) pengecekan
pakar dan pengecekan teman sejawat (peer debriefing ).
C. HASIL PENELITIAN
Di dalam roman Siddhartha ini terdapat 12 judul cerita yang saling berkaitan.
Alur cerita menggambarkan setiap peristiwa dari cerita pertama sampai yang ke dua
belas secara detail. Alur yang digunakan pada roman Siddhartha merupakan alur
campuran. Alur maju dan padat digunakan oleh pengarang dari awal cerita, hanya ada
dua alur dengan teknik tarik balik pada cerita ke empat dan cerita ke sepuluh,
kemudian penulis menyajikan cerita dengan teknik alur maju lagi sampai akhir cerita.
Dari hasil analisis alur dapat ditemukan bahwa kehidupan Siddhartha terbagi dalam 3
bagian kehidupan, yaitu kehidupan religius, kehidupan duniawi dan kehidupan
spiritual.
Karakteristik aktualisasi diri sesuai teori Carl Rogers ditemukan dalam 73
kutipan dari 12 cerita. Karakteristik yang muncul tersebar menjadi 20 kutipan positif
dan 5 kutipan negatif yang menggambarkan karakteristik Keterbukaan terhadap
pengalaman (TP), 23 kutipan positif dan 3 kutipan negatif yang menggambarkan
karakteristik Berada dalam kehidupan eksistensial (KE), 13 kutipan positif dan 1
kutipan negatif yang menggambarkan karakteristik Kepercayaan terhadap organisme
diri sendiri (KO). Selanjutnya 4 kutipan positif yang menggambarkan karakteristik
Memiliki perasaan bebas (PB) dan 4 kutipan positif yang menggambarkan karakteristik
Senantiasa kreatif (SK).
Proses aktualisasi diri memperlihatkan bahwa self / diri (tokoh Siddhartha)
dibentuk dalam hubungan dengan orang lain. Siddhartha sendiri yang menentukan
pilihan sesuai kebutuhannya untuk beraktualisasi diri, sehingga Siddhartha lebih
mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap perubahan drastis yang terjadi di
lingkungan yang dipilihnya. Siddhartha belajar dari para Samana, Gotama, Kamala dan
Kamaswami. Siddhartha mampu mengaktualisasikan diri karena ia yakin pada kekuatan
yang dimiliki, terbuka sepenuhnya terhadap semua pengalaman. Siddhartha dapat
merespon semua pengalaman terutama bersama Vasudeva dengan segar dan dapat
viii
memilih dan bertindak dengan bebas tanpa paksaan. Akhirnya Siddhartha dapat
merasakan berkuasa atas kehidupannya dan menjadi kreatif dan spontan, dengan cara
meneruskan kehidupannya sebagai penarik perahu sambil memberikan pelajaran
tentang kehidupan kepada setiap penumpangnya. Inilah proses aktualisasi diri yang
diperlihatkan tokoh Siddhartha yang menggambarkan kehidupan yang sehat.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pula bahwa proses aktualisasi diri
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor agama, lingkungan sosial dan alam. Faktor
agama yang dominan diceritakan sejak awal adalah agama Hindu dan Buddha,
sedangkan faktor lingkungan adalah keluarga, kekasih, teman bisnis,sahabat, dan anak
laki-laki. Faktor unsur alam yang mempengaruhi sampai akhir adalah sungai.
Dari hasil penelitian tentang Siddhartha maka untuk suatu proses pembelajaran
di Indonesia khususnya pembelajaran sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa
Jerman yang dibutuhkan saat ini adalah prinsip-prinsip belajar Carl Rogers yang
ditujukan agar pembelajar mampu belajar tentang potensi yang ada dalam diri
berorientasi dengan lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
Kontribusi positif yang dapat diberikan melalui hasil temuan penelitian ini bagi
pendidikan, khususnya pembelajaran bahasa Jerman di Perguruan Tinggi di Indonesia
berdasarkan tujuan KKNI ialah memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk
mengenal jenis-jenis karya sastra yang dapat melukiskan kehidupan manusia sesuai
kehidupan nyata. Sehingga mahasiswa dapat belajar dan memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam karya sastra dan pengalaman-pengalaman tokoh cerita sekaligus
mengimplikasikannya untuk kehidupan mereka.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Aktualisasi diri tokoh
utama dalam roman Siddhartha karya Hermann Hesse, dapat disampaikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut;
Untuk mahasiswa, Aktualisasi diri merupakan sumber tunggal enerji
kehidupan manusia. Mahasiswa perlu menyadari bahwa kehidupan setiap orang
mempunyai makna, dan setiap orang diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan
apa saja yang ingin dilakukan dalam hidupnya. Dengan potensi yang dimiliki,
mahasiswa jangan mandek tetapi harus mampu bertindak untuk menghadapi hambatan
yang mungkin muncul menuju perkembangan ke taraf yang lebih tinggi.
Untuk peneliti, kajian sastra yang mempelajari ciri-ciri kejiwaan tokoh dengan
melibatkan ilmu Psikologi sering dilakukan, namun penelitian yang memfokuskan
kajian pada proses aktualisasi dalam suatu karya sastra dalam hal ini roman, belum
ix
banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini direkomendasikan sebagai bandingan
untuk para peneliti yang ingin melakukan penelitian yang sama dengan menggunakan
sumber data karya sastra yang lain.
Untuk Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman UNJ, kiranya memperhatikan
hasil penelitian roman Siddhartha karya Hermann Hesse dan mempertimbangkan hasil
diskusi dengan pakar bahasa jerman, maka sebagai materi pembelajaran, teks roman
Siddhartha ini dapat digunakan sebagai media untuk pembelajaran budaya atau kultur
( karena di dalam cerita ini terkait pula dengan kehidupan beragama dan budaya).
Salah satu contoh untuk mengaplikasikan penggunaan roman Siddhartha dengan
memfokuskan pada pengembangan potensi yang ada pada diri mahasiswa, maka
tahapan pembelajaran dalam mata kuliah Literatur dapat disajikan dalam 2 pendekatan
pembelajaran. Pendekatan pertama bertujuan untuk mewujudkan individu yang mampu
bekerja sama dan membangkitkan rasa saling memiliki. Dalam proses ini kepercayaan
pada organisme sendiri dapat dikembangkan secara terarah. Sedangkan pendekatan
kedua, dirancang untuk mendukung mahasiswa belajar bebas mengemukakan idenya
dan belajar bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilnya dan mewujudkan
kebebasan memberi pendapat dan kreatifitas mahasiswa.
Untuk para orang tua dan guru. Belajar dari pengalaman hidup Siddhartha
dan memperhatikan hasil diskusi dengan pakar Psikologi yang menyatakan bahwa
setiap individu memulai hidupnya dengan kecenderungan untuk mengaktualisasikan
diri. maka aktualisasi diri dalam dunia pendidikan amat dibutuhkan.Untuk itu perlu
direkomendasikan bagi orang tua dan guru agar memberi kesempatan kepada anak
untuk mengalami sendiri pengalamannya tentang kehidupan. Untuk bisa melakukan
itu individu pasti membutuhkan support dari orang-orang yang peduli padanya,
antara lain orangtua dan guru.
Sesuai teori Carl Rogers bahwa untuk beraktualisasi diri individu
membutuhkan dukungan yang positif (positive regard), berupa perlakuan yang tidak
bersyarat (unconditional positive regard). Secara praktis kalau orangtua atau orang
yang berarti dalam kehidupan individu menunjukkan perlakuan yang tidak bersyarat
(unconditional positive regard), maka individu akan sehat secara psikologis dan
akan mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya.
Individu yang menerima perlakuan yang tidak bersyarat (unconditional
positive regard) memungkinkan reaksi dirinya sesuai dengan perlakuan positif,
maka individu akan mengalami kesesuaian perasaan dan juga kesesuaian
x
pengalamannya. Selanjutnya individu bahagia dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan seperti penerimaan terhadap Siddhartha yang ditunjukkan oleh
Vasudeva, tanpa syarat atau doktrin atau tuntutan.
Sebaliknya kalau orangtua atau guru menunjukkan sikap conditional
positive regard, misalnya hanya memberikan dukungan jika individu memenuhi
keinginan dan aturan yang ditetapkan, maka individu akan mengembangkan
conditions of worth (individu merasa harus melakukan hanya aktivitas yang sesuai
dengan keinginan orangtua atau guru, agar mendapatkan penerimaan dan kasih
sayang). Seperti halnya dalam kehidupan Siddhartha saat ia berguru pada Kamala.
Siddhartha terpaksa harus bekerja dibidang bisnis (walaupun dia tidak
menyukainya), karena Siddhartha memerlukan uang untuk membeli hadiah yang
mahal dan bagus buat Kamala, agar dapat diterima sebagai muridnya.
Individu yang merasa tidak mampu meraih positive regards, akan
mengalami ketidak sesuaian perasaan, dan akhirnya tidak akan mengalami
kesesuaian pengalaman sehingga individu tidak merasa bahagia dan sulit beradaptasi
dengan lingkungan. Artinya individu tidak dapat beraktualisasi diri dalam
kehidupannya.
Dengan demikian peran orang tua atau guru atau orang-orang yang dicintai
dalam mendampingi dan mendukung kehidupan anaknya, tidak ada kata lain selain
mempraktekkan proses seperti yang dikemukakan oleh Carl Rogers. Dalam praktik
nya orang tua atau guru dapat mencontoh sikap Vasudeva dalam membimbing
Siddhartha menemukan kehidupannya, seperti yang diceritakan dalam roman
Siddhartha ini.
Pada akhirnya Siddhartha dapat mencapai keinginan hidupnya, yang bebas
tanpa bergantung pada apapun dan kreatif untuk menciptakan suasana dan situasi
kehidupan yang damai dan mewujudkan cinta kasih kepada sesama melalui
profesinya sebagai tukang perahu.
DD00002398 | D 2398 | UPT Perpustakaan UNJ (CD.07.2019.008) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain