Text
Peningkatan keterampilan proses sains dasar melalui model pembelajaran kooperatif tipe stad (penelitian tindakan di kelompok B TKK Beata Maria Cristina Brando Ruteng tahun ajaran 2014/2015 )
RINGKASAN
A. Pendahuluan
Sains untuk anak usia dini pada prinsipnya mengajak anak bermain dan mengeksplorasi lingkungannya. Di dalam bermain, anak mengeksplorasi dan bereksperimen. Dari pengalaman ini, anak akan mendapatkan pemahaman baik dan keterampilan proses maupun dari konsep sains. Jo Ann Brewer mengemukakan bahwa belajar sains untuk anak usia dini adalah dengan melakukan eksplorasi dan eksperimen berulang-ulang, banyaknya bahan yang dimanipulasikan anak dan tersedianya waktu untuk bertanya dan melakukan refleksi sangat penting untuk mendukung kesuksesan dan menciptakan kemampuan memecahkan masalah bagi anak.1 Pada anak usia dini, semua anak memiliki kapasitas dan kecendrungan untuk mengamati, mengeksplorasi dan menemukan dunia di sekitar mereka.
Pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan Morrison tentang karakteristik anak usia 5-6 tahun yaitu sangat percaya diri, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, ingin terlibat aktif dan ingin menerima sebuah tanggung jawab. Anak-anak pada masa ini senang mengerjakan proyek, bereksperimen, dan bekerja sama dengan orang lain.2 Hal ini selaras dengan konsep NSTA (National Science Teachers Association) yang menyatakan bahwa anak usia dini memiliki kemampuan dan kecenderungan untuk
1 Jo Ann Brewer , Early Childhood Education (Pearson Education, Inc, 2007)hh.386-387.
2 George S. Morrison, Early Childhood Education Today (Pearson: Merril Prentice Hall),h.310
iii
mengamati, mengeksplorasi, dan menemukan dunia di sekitar mereka. Kemampuan dan kecenderungan ini merupakan dasar untuk belajar ilmu yang dapat dan harus didorong serta didukung di kalangan anak pada awal kehidupannya.3 Dalam pengembangan pembelajaran sains, salah satu keterampilan yang paling penting dan perlu diperkenalkan sejak usia dini adalah keterampilan proses sains. Hal ini didukung oleh pernyataan Charlesworth dan Lind yang menyatakan bahwa keterampilan yang paling tepat untuk dikembangkan pada anak prasekolah dan sekolah dasar adalah keterampilan proses dasar yang terdiri dari keterampilan mengamati (observing), membandingkan (comparing), mengklasifikasikan (classifying), mengukur (measuring), dan mengkomunikasikan (communicating). Keterampilan dasar ini akan membantu anak memahami sains dalam pembelajaran dan dalam kehidupannya setiap hari.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi proses pembuatan dan penggunaan alat permainan edukatif dari bahan daur ulang yang dilakukan oleh anak dalam kelompok dengan mengikuti tahapan pembelajaran model kooperatif tipe STAD. Kegiatan yang dikembangkan adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didik kelompok B melalui keterlibatan anak secara aktif dalam kelompok. Terjadi pembagian tugas atau pembagian peran diantara mereka untuk mencapai suatu tujuan. Alat permainan edukatif dari bahan daur ulang yang
3 National Science Teachers Association Board of Directors, Science and Children, Januari 2014.
iv
digunakan berupa alat permainan edukatif yang berasal dari barang-barang daur ulang yang ada di, lingkungan sekitar untuk mengembangkan berbagai potensi yang ada di dalam diri anak.
Pembelajaran aktif dan keterlibatan langsung anak dalam kelompok membuat alat permainan edukatif berbasis daur ulang akan mampu meningkatkan keterampilan proses sains dasar anak Taman Kanak-Kanak.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan pada prinsipnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau untuk memecahkan suatu permasalahan di kelas.4 Dalam hal ini peneliti atau guru melakukan sesuatu yang arah dan tujuan penelitiannya sudah jelas yaitu demi kepentingan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Dalam penelitian tindakan terdapat dua aktivitas yang dilakukan secara simultan yaitu aktivitas tindakan (action) dan aktivitas penelitian (research).5 Kedua aktivitas tersebut dapat dilakukan oleh orang yang sama atau orang yang berbeda yang bekerja sama secara kolaboratif.
Desain intervensi tindakan/rancangan siklus penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Taggart. Prosedur kerja dalam penelitian tindakan menurut Kemmis dan Taggart dalam Arikunto, meliputi tahap-tahap sebagai
4 Myrnawati Crie Handini, Metodologi Penelitian Untuk Pemula (Jakarta: FIP Press, 2012)h.20
5 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),h.106
v
berikut: a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) observasi (observing), d) refleksi (reflecting).6
Analisis data kualitatif dilakukan dengan cara menganalisis data dari hasil catatan lapangan, catatan wawancara, dan catatan dokumentasi selama penelitian. Penyusunan data berdasarkan Miles dan Huberman yaitu melalui: 1) reduksi data, 2) display data, 3) kesimpulan.7 Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Untuk melihat hasil tindakan yang dilakukan, digunakan studi proporsi nilai rata-rata sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan data hasil pengamatan tindakan yang dilakukan terhadap 18 orang, pada umumnya keterampilan proses sains dasar anak cukup berkembang yaitu sebesar 55,86% Dari 18 orang anak, anak yang menndapat nilai tertinggi adalah MBL sebesar 73,33% dan yang terendah adalah AAG dan NAA yaitu sebesar 29,17%. Dari 18 orang anak, terdapat 4 orang yang mencapai standar pencapaian perkembangan sebesar 72% yaitu FR, FNE, MAI, dan MBL. Hal ini berarti secara klasikal pencapaian keterampilan proses sains dsar anak sebesar 22,22%. Pada siklus I,
6 Sukardi, Metodologi Penelitian Tindakan: Kompetensi dan Prakteknya (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003),h.214
7 Matthew B. Miles and A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta: Universitas Indonesia, 1992),hh.16-19
vi
keterampilan proses sains dasar anak berkembang dengan bantuan yaitu sebesar 70,88%. Dari 18 orang anak, yang mendapat nilai tertinggi adalah MBL sebesar 74,17% dan yang terendah adalah EAM yaitu sebesar 66,67%. Dari 18 orang anak, terdapat 10 orang anak yang telah mencapai kriteria keberhasilan yang disepakati yaitu FR, FJO, FNE, GAG, MLA, MF, MAI, dan MBL. Hal ini berarti secara klasikal pencapaian keterampilan proses sains dasar anak sebesar 55,56%. Dari hasil yang ada anak belum mencapai kriteria keberhasilan yang disepakati yaitu minimal 13 orang anak dari 18 orang anak mencapai kriteria keberhasilan yang disepakati. Keterampilan proses sains dasar anak pada siklus I berkembang dengan kategori berkembang dengan bantuan.
Pada siklus II, keterampilan proses sains dasar mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 80,28%. Dari 18 orang anak, pada akhir siklus II, semua anak telah mencapai kriteria keberhasilan yang disepakati yaitu sebesar 100%. Keterampilan proses sains dasar anak meningkat dari prasiklus ke siklus I sebesar 15,02%. Dari siklus I ke siklus II sebesar 9,4%. Dari persentase tersebut, peneliti dan kolaborator menilai dan menyepakati bahwa hasil yang diperoleh telah signifikan sehingga peneliti dan kolaborator memutuskan untuk menghentikan penelitian.
Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dan keterlibatan langsung anak dalam kelompok membuat alat permainan edukatif dari bahan
vii
daur ulang mampu meningkatkan keterampilan proses sains dasar anak kelompok B TKK Beata Maria Cristina Brando Ruteng tahun ajaran 2014/2015 Bibliografi : 291-293
TM00001385 | TM 1385 | UPT Perpustakaan UNJ (CD.07.2015.002) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain